Jumat, 11 Juli 2008

Tentang Taman Budaya Banyumas

Heru Kurniawan



Keinginan para praktisi budaya Banyumas untuk memiliki Taman Budaya Banyumas (TBB) yang representatif telah lama bergulir. Akan tetapi, wacana tersebut sampai saat ini belum tersentuh oleh kebijakan dan tindakan praktis birokrasi. Sehingga sampai sekarang --Banyumas sebagai daerah yang kaya dengan nilai seni-kultural— belum memiliki ruang publik yang mampu mengakomodasi dan mewadahi berbagai aktivitas dan kreativitas berkesenian.
Oleh karena itu, Minggu, 21 Oktober 2007 atas prakarsa Dharmadi (penyair Banyumas) diadakanlah diskusi kecil yang dihadiri para praktisi seni Banyumas dari berbagai komunitas, antara lain Dharmadi, Mas’ut, Saeran, Bambang Badoro, Sigit Emwe, Arif Hidayat, Surtini Hadi, Restu Kurniawan, saya, dll. Dalam diskusi ini, impian untuk memiliki TBB dibicarakan, bahkan mendapat titik perhatian yang serius dari berbagai persoalan seputar iklim berkesenian di Banyumas. Sampai akhirnya sepakatlah kami untuk mengaktualisasikan impian ini dengan membentuk Solidaritas Peduli Budaya Banyumas (soliyamas) sebagai wadah gerakan yang secara umum akan berusaha memajukan budaya Banyumas, dan dalam waktu dekat ini gerakannya difokuskan untuk memperjuangkan berdirinya TBB. Pertemuan dua kali dalam sebulan pun akan dilakukan sebagai usaha untuk mensinergikan gerakan ini.
Dua faktor kenapa saat ini menjadi momentum tepat dalam memperjuangkan berdirinya TBB. Pertama, masa ini Banyumas sedang ramai menyambut pesta demokrasi (pilkada). Kami berharap pemimpin yang akan terpilih nantinya memiliki visi-misi dalam memajukan kebudayaan Banyumas, salah satunya komitmen untuk membangun TBB jika nanti terpilih. Sehubungan dengan ini, langkah yang akan ditempuh adalah mencoba untuk mengadakan diskusi atau seminar dengan para calon bupati untuk mendengarkan visi-misi mereka yang menyangkut pengembangan budaya di Banyumas. Dihadirkannya keseluruhan para calon bupati ini menunjukkan sikap netral dari soliyamas. Sudah digariskan di awal bahwa soliyamas adalah gerakan kultural yang netral dari dunia politik. Soliyamas tidak akan memihak pada salah satu calon bupati. Hak memilih adalah persoalan nurani, maka setiap individu bebas memilih siapa yang dianggap layak jadi pemimpin. Yang ditekankan dari soliyamas adalah rasa dan tindakan untuk memajukan budaya Banyumas, terutama dalam mewjudkan TBB.
Kedua, harus diakui bahwa sampai saat ini kegiatan berkesenian di Banyumas terpecah, hidup sendiri-sendiri. Teater kampus hanya hidup di kampus-kampus, jarang sekali menyentuh masyarakat luas; dunia sastra juga hidup dengan iklim yang sama, tumbuh dan berkembang dalam lingkupnya sendiri, yaitu di komunitas-komunitas tertentu yang lebih banyak didominasi orang-orang kampus; begitu juga dengan nasib kesenian-kesenian rakyat, misalnya lengger dan kentongan –-yang sekarang lagi digandrungi masyarakat— Kesenian rakyat ini berkembang dari satu tempat pariwisata ke tempat pariwisata lain ataupun kalau terjadi parade itu hanya karena ikatan lomba. Jarang sekali terjadi performance art yang dilakukan kesenian ini yang dapat diakses oleh masyarakat luas, sehingga komunitas-komunitas kesenian rakyat ini bisa hidup dan dikenal masyarakat. Problem yang menyebabkan keterpecahan ini karena Banyumas belum mempunyai prasarana yang representatif, yaitu taman budaya sebagai ruang public performance yang dapat digunakan untuk pertunjukan oleh berbagai bidang seni. Kalaupun sekarang ada Gedung Sutedja, namun harus diakui bahwa gedung ini tidak cukup representatif untuk berbagai acara. Misalnya, kapasitas luas gedung yang terbatas dan kalau digunakan untuk pameran seni lukis kurang representatif karena tata ruangnya.
Oleh karenanya kehadiran TBB menjadi penting karena TBB dapat dimaknai keberadaannya sebagai sarana untuk memajukan dan menyatukan kebudayaan Banyumas, di mana segala aktivitas dan kreativitas akan dipusatkan di sini. Efeknya, contact cultural akan terjadi sehingga kehidupan berkesenian tidak lagi bersifat sektarian. Kehidupan kesenian yang multikultural bisa terwujud karena antarpraktisi seni bisa saling belajar lewat performance art atau diskusi yang bisa saja diagendakan secara rutin di TBB ini.
Di sisi lain, arah pembangunan dan pengembangan TBB bila bercermin pada Taman Budaya Yogyakarta, misalnya, dapat dikembangkan menjadi pusat kebudayaan, di mana pembangunan taman bacaan, wisata kuliner, pasar seni, bahkan Banyumas yang sekarang memiliki Sekolah Menengah Kesenian bisa dipindah di TBB. Sehingga TBB dapat dijadikan cultural center-nya Banyumas. Betapa indah! Inilah yang membuat saya merasa soliyamas merupakan tempat perjuangannya para pemimpi yang mendambakan kemajuan budaya Banyumas. Akan tetapi, kalau tidak dimulai dari mimpi, dari momen apa lagi kita punya semangat untuk memajukan kepentingan budaya Banyumas.

Arah Gerakan: Opini-Konseptual
Arah gerakan soliyamas dalam hemat saya haruslah berpegang pada dua dasar, yaitu opini publik dan konseptualisasi teknis-politis. Opini publik tentang impian ini haruslah terus dihembuskan. Tujuannya agar masyarakat tahu sehingga aspirasi ini menjadi kuat karena dilegitimasi oleh keinginan masyarakat. Apalagi persoalan budaya merupakan identitas suatu daerah, apabila suatu daerah luntur dan tidak terpelihara nilai budayanya, maka generasi mendatang dapat saja menjadi generasi yang missing historis-cultural, menjadi terasing di daerahnya sendiri.
Selanjutnya, gerakan opini publik ini harus diikuti gerakan konseptual teknis-politis yang jelas. Artinya, bila opini publik telah berhasil maka yang harus dilakukan soliyamas adalah teknisisasi praktis dengan diskusi, lobi, atau mungkin pengajuan proposal ke birokrasi yang mempunyai otoritas dalam mewujudkan TBB. Di sini terlihat, impian tentang TBB tidak hanya persoalan kultural. Strategi politik untuk masuk dan meyakinkan birokrasi jelas berperan penting karena kekuatan massa yang banyak di zaman yang tidak tentu seperti ini terkadang tidak berarti. Inilah yang menjadi tugas berat dari soliyamas yang tentunya membutuhkan tindakan teknis-politis yang tepat.
Saya berharap semoga perjuangan soliyamas untuk mewujudkan TBB dapat berhasil sehingga mimpi untuk mewujudkan TBB sebagai cultural center-Banyumas bisa terwujud. Semoga.

Dimuat di Kedaulatan Rakyat, Minggu Nopember 2007.

Tidak ada komentar: